Nama :
Ladilla Nur Chlorella
Kelas : 4EB14
NPM :
20208720
Letter of credit dan
contoh kasus
Kasus L/C
Fiktif Bank BNI
Latar
Belakang
Kasus pembobolan Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan
masyarakat Indonesia di akhir tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami kerugian
sebesar Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor
fiktif melalui surat Letter of Credit (di ingkat L/C). Kasus ini menjadi
fenomenal karena selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada
keuangan negara secara makro.
A. Profil
Singkat Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun 1946.
Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank
Mandiri dan BCA dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi
Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam
layanan dan kinerja
Misi
Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan
solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer
Budaya Perusahaan
1. BNI adalah bank umum berstatus
perusahaan publik.
2. BNI berorientasi kepada pasar
dan pembangunan nasional.
3. BNI secara terus menerus membina
hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.
4. BNI mengakui peranan dan
menghargai kepentingan pegawai.
5. BNI mengupayakan terciptanya semangat
kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.
B.
Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus
menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003.
Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaa besarnya,
senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan
karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik
pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar
dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah
sebagai berikut :
- Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
- Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank
Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
- Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR
56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
- Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan
dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo Group
- Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
- Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
-
Skim : Usance L/C
Kronologi :
1. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru
menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank
Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh
karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank
tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan
Standard Chartered Bank.
2. Beneficiary mengajukan
permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C
tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group
menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
3. Setelah beberapa tagihan
tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan
nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan
sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak kepolisian,
ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
5. Gramarindo Group telah
mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi
kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen
Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian,
tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses).
Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar
itu terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran
perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin
banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.
Solusi
Sistem dan prosedur pengamanan
transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik
karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, antara lain
berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang
baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun
sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja
melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan
kebobolan juga.
Bank selalu dihadapkan pada pilihan
dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang
terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan
sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema
ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat
menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi
dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi
transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI.
Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan
oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi
dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen-dokumen L/C
mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang
dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu
perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata
telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari
hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang
Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil
transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah
dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan
dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau
melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank
BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank
BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang
Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar
Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar